TAUBAT dan ISTIGFAR Jalan Kesembuhan.

Langkah selanjutnya dari Amalan Hati adalah segera bertaubat dengan taubat yang sebenarnya (taubat nasuha) dan berdzikir memohon ampun kepada Allah (istigfar) atas segala dosa yang telah telah diperbuat

Sadarilah bahwa semua musibah, termasuk sakit yang dialami seorang hamba adalah karena dosa, maksiat maupun kedzaliman yang telah dilakukannya.

 وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ 

 “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [QS. Asy Syuraa. 42 : 30].

Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,

 مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ

 “Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” [Al Jawabul Kaafi, hal. 87].

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, 

“Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87).

Oleh karena itu bersegeralah melakukan taubat nasuha, jangan menunggu besok atau lusa, karena bisa jadi umur kita tidak sampai besok atau lusa. Penyesalan setelah ajal tiba tiadalah guna.


وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ 

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. [QS Ali Imran, 3 : 133].


 وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذْ وُقِفُوا۟ عَلَى ٱلنَّارِ فَقَالُوا۟ يَٰلَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِـَٔايَٰتِ رَبِّنَا وَنَكُونَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ 

Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: "Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman", (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan). [QS. Al An'am, 6 : 27].


وَلَوْ تَرَىٰ إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ

Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Rabbnya, (mereka berkata), “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yakin. [QS. As-Sajadah, 32 : 12].



PROSES TAUBAT.

Berdasarkan pemahaman dan pengalaman selama sakit, berikut proses yang dilalui ketika bertaubat:

1. Menyadari Dosa.

Dengan penuh kesungguhan hati, cari - teliti dan temukan satu persatu dosa, maksiat ataupun kedzaliman apa saja yang pernah dilakukan, hingga menyadari ... ternyata karena dosa ini dan itu yang menyebabkan mengapa Allah timpakan penyakit seperti ini.
  • Bisa jadi karena selama ini telah "mencampakan" Allah dalam kehidupan sehari-hari, mengabaikan perintahNya dan laranganNya, lalai dalam shalat dan ibadah, berbuat maksiat, menipu orang lain dan berkata dusta.
  • Atau karena telah meyakiti hati kedua orang tua, membentak istri (suami) dan anak-anak, lalai menunaikan kewajiban.
  • Atau karena telah mencuri - merebut - merampas hak orang lain, mengkhianati kepercayaan, tidak amanah, memfitnah - mengghibah - mendzalimi orang lain, atau telah membentak - berkata kasar dan sombong (arogan) kepada orang lain.

2. Sedih, Menyesal dan Malu Atas Dosanya.
  • Sedihlah atas begitu banyaknya dosa dan maksiat yang telah diperbuat, sertakan hati, jiwa dan raga dalam kesedihan, hingga tidak terasa air mata terurai deras, menangis sejadi-jadinya.
  • Tumbuhkan rasa penyesalan yang begitu mendalam kepada Allah, penyesalan yang sungguh-sungguh atas segala dosa, maksiat dan kedzaliman yang telah diperbuat.
  • Malulah kepada Allah yang Maha Melihat dan Maha Mendengar apapun yang telah dilakukan dan dikatakan hambaNya, walau hanya sekedar besitan di dalam hati/pikiran.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِسْتَحْيُوْا مِنَ اللهِ حَقَّ الْـحَيَاءِ، مَنِ اسْتَحْىَ مِنَ اللهِ حَقَّ الْـحَيَاءِ فَلْيَحْفَظِ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْيَذْكُرِ الْـمَوْتَ وَالْبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ اْلأَخِرَة تَرَكَ زِيْنَةَ الدُّنْيَا، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدِ اسْتَحْيَا مِنَ اللهِ حَقَّ الْـحَيَاءِ

“Hendaklah kalian malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu. Barang-siapa yang malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu, maka hendaklah ia menjaga kepala dan apa yang ada padanya, hendaklah ia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah ia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh ia telah malu kepada Allah Azza wa Jalla dengan sebenar-benar malu." [HR.at-Tirmidzi no. 2458, Ahmad I/ 387, al-Hâkim IV/323].  


3. Takut, Berharap dan Cinta.

Takutlah kepada Allah (Khauf) yang Maha Perkasa (Al Aziz), Maha Kuat (Al Qawiy) dan Maha Keras Siksanya. ( Al Syadid).

وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍقَدِيرٌ 

 "Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (QS. Al An'am. 6 : 17).


إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ ۚ وَاللَّهُ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya” (QS. Al Anfal. 8 : 48).


أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Apakah kalian merasa aman dari makar Allah? Tidaklah ada orang yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf. 7 : 99).


Berharaplah  kepada Allah (Rodja), agar Allah mengampuni segala dosa, maksiat dan kedaliman yang telah kita lakukan, karena Allah Maha Pengampun (Al Ghafur), Maha Pengasih (Ar Rahman), Maha Penyayang (Ar Rahim), jangan pernah putus asa dari ampunan dan rahmat Allah.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah, wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka sendiri, janganlah kalian putus asa terhadap rahmat dari Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa, sungguh Dialah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az Zumar. 39 : 53).


Cintailah Allah (Mahabbah), karena pintu ampunan dan Rahmat Allah selalu terbentang luas. Sudah seharusnya kita mencintai Allah, yang masih saja memberikan banyak kenikmatan dan selalu memberi kesempatan hambaNya untuk memperbaiki diri.

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ 

“Dan Rahmat (kasih sayang)Ku meliputi segala sesuatu” (QS Al-A’raf. 7 : 156)


Berkaitan dengan mahabbah, Al-Hafizh Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah, dalam kitab Madarijus Salikin, menjelaskan tentang ciri-ciri seorang hamba yang mencintai Allah dan Allahpun mencintainya:

(1) Gemar membaca al-Qur’an (tadabur), dengan memahami maknanya dan apa yang terkandung di dalamnya.

(2) Selalu mendekatkan diri kepada Allah,dengan amalan-amalan sunnah (nawafil) setelah mengerjakan yang fardhu.

(3) Pikirannya dan hatinya mengingat Allah dalam setiap keadaan, lisannya terbiasa berdzikir, serta tercermin dalam amalannya yang baik, karena merasa Allah selalu melihat, mendengar dan mengawasinya.

(4) Mengutamakan apa yang dicintai-Nya, daripada apa yang dia cintai tatkala hawa nafsu sedang bergejolak.

(5) Senantiasa menuntut ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, agar semakin mengenal Allah, karena seorang hamba yang semakin mengenal Allah, maka dia pasti akan semakin mencintai Allah.

(6) Bersaksi dan mengakui betapa pengasihnya Allah dan begitu banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada hambaNya.

(7) Hancur luluhnya kalbu secara total di hadapan Allah, merasa tidak berdaya sama sekali di hadapan-Nya. Tiada tersisa kesombongan sedikit pun, karena menyadari tidak ada apa-apanya dibandingkan kebesaran dan kekuasaan Allah. 

(8) Bersepi-sepi (khalwat) dan berduaan dengan-Nya di sat-saat ijabahnya doa, untuk bermunajat kepada-Nya dan membaca kalam-Nya, disertai taubat dan istigfar.

(9) Duduk (bermajelis) dengan para pecinta-Nya, orang-orang yang jujur dalam keimanan, dan memetik buah yang indah dari akhlak dan ucapan para pecinta Allah.

(10) Menjauhi segala sebab yang dapat memisahkan kalbu dengan Allah subhanahu wa ta’ala.


4. Banyaklah Menangis.

Masih sulit menangis mengakui dosa-dosa dan maksiat yang telah dilakukan ? atau tidak takut dengan siksa kubur dan siksa api neraka ? Ingatlah, itu pertanda hati yang telah menghitam, mengeras bahkan telah berkarat dipenuhi dosa dan maksiat, sehingga cahaya dan rahmat Allah tidak bisa lagi masuk kedalam sanubari.

Sadarilah, Allah berikan musibah sakit yang begitu berat adalah sebagai tanda bahwa Alah masih memberi kesempatan untuk seorang hamba segera bertaubat, segera kembali untuk taat dalam menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Menangislah atas dosa - maksiat dan kedzaliman yang telah dilakukan, menangislah karena takut kepadaNya - beratnya azab kubur - perihnya siksa api neraka, menangislah hanya karena Allah semata.


عرضت عليَّ الجنة والنار فلم أر كاليوم من الخير والشر ولو تعلمون ما أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثيراً فما أتى على أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم أشد منه غطوا رؤوسهم ولهم خنين

 “Surga dan neraka ditampakkan kepadaku, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, kamu benar-benar akan sedikit tertawa dan banyak menangis” [HR. Muslim, 2359].


وبكى معاذ رضي الله عنه بكاء شديدا فقيل له ما يبكيك ؟ قال : لأن الله عز وجل قبض قبضتين واحدة في الجنة والأخرى في النار ، فأنا لا أدري من أي الفريقين أكون 

 “Mu’adz radhiallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”


 وخطب أبو موسى الأشعري رضي الله عنه مرة الناس بالبصرة : فذكر في خطبته النار ، فبكى حتى سقطت دموعه على المنبر ! وبكى الناس يومئذ بكاءً شديداً

Abu Musa al-Asya’ri radhyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam”.


 وبكى الحسن فقيل له : ما يبكيك ؟ قال : أخاف أن يطرحني الله غداً في النار ولا يبالي 

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”


سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ 

 “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).”[HR. Bukhari, 629 dan Muslim, 1031].


 عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله 

 “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.”[HR. Tirmidzi. dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1229].

Segeralah bertaubat, diiringi dengan tangisan penuh penyesalan, penuh harap dan penuh puja dan puji kepada Allah, sebagai salah satu cara untuk membersihkan dan membeningkan hati, sehingga cahaya (rahmat) Allah dan kebenaran yang hakiki (hidayah) akan mudah masuk ke dalam sanubari.

Mulai saat ini, teruslah berusaha agar selalu disibukan dengan taubat dan istigfar dengan sepenuh hati, yang tidak hanya mengucapkan lisan, namun disertai dengan getaran hati dan seluruh anggota tubuh. Lepaskanlah kesedihan dan tangisan, terutama pada saat berduaan (berkhalwat) dengan Allah.


5. Amalan Taubat dan Istigfar.

Lakukanlah taubat nasuha berulangkali, terutama pada saat-saat terijabahnya doa dan taubat, diantaranya yaitu:
  • Saat mendirikan shalat tahajud di setiap 2/3 malam terakhir,  yaitu saat membaca doa iftitah ketika mengawali shalat tahajud, juga doa taubat setelah shalat tahajud hingga masuk waktu subuh.


  • Disetiap sujud dan doa taubat antara tahiyat akhir dan sebelum salam shalat apapun, baik itu shalat wajib maupun shalat sunnah, termasuk saat shalat tahajud.
  • Doa taubat setelah adzan shalat sebelum iqamah shalat 5 waktu.
  • Saat didzalimi orang lain, atau saat-saat lainnya yang sesuai dengan syariah.

Sedangkan pengamalan istigfar (dan dzikir lainnya) dapat dilakukan disetiap keadaan, kapan saja, tanpa terikat waktu dan tempat (kecuali di tempat-tempat yang terlarang), saat seorang diri, saat pikiran tidak sedang disibukkan dengan hal lain, saat pagi dan petang.

إنَّ في خَلْقِ السَّماوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُولِي الأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَى جُنُوبِهِمْ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” [QS. Ali Imran, 3 : 190 -191].

Mengenai bacaan (Lafadz) Taubat dan Istigfar lihat: Bacaan (lafadz) Taubat dan Istigfar.


6. Tunaikan Hak Orang Lain.

Jika dosa berkaitan dengan hak / perbuatan kepada orang lain, datangi (atau hubungi) dan meminta maaf lah, dengan:
  • Mengembalikan barang miliknya yang telah dirusak, dicuri, atau semisalnya. Apabila orang tersebut ridha, minta agar di-ikhlaskan.
  • Melakukan Qishash (pembalasan) dengan perbuatan yang sama, misalkan engkau telah memukul atau menamparnya, maka mintalah agar dia melakukan hal yang sama kepadamu. Apabila orang tersebut ridha, minta agar di-ikhlaskan.

Namun apabila telah melakukan ghibah (menggunjing), fitnah (menuduh yang tidak benar), qodzaf (menuduh telah berzina) atau yang semisalnya, yang tidak diketahui bahwa dia telah dighibah atau di fitnah, maka bertaubatlah kepada Allah.

Kemudian pada saat berdoa, ungkapkan kebaikan-kebaikan orang tersebut serta senantiasa mendoakan kebaikan dan memintakan ampun untuknya. Sebab apabila engkau berterus terang kepada orang tersebut, dikhawatirkan akan menimbulkan peselisihan dan perpecahan diantara engkau dan dirinya.


7. Taat Ibadah dan Akhlak Mulia.

Perhatikanlah, apakah setelah berulangkali bertaubat dan beristigfar terdapat perubahan terhadap pemahaman, sikap dan akhlak, misalkan menjadi taat beribadah, shalat 5 waktu di masjid, sering menuntut ilmu syar'ie, condong kepada kebaikan dan gemar beramal shaleh.

Diantara tanda bahwa Allah menerima taubat seorang hamba adalah adanya amal soleh setelahnya.

إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ وَأَصْلَحُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

“Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nur. 24 : 5).


Mengenai taubat dan istigfar, seorang salaf berkata:

“Sesungguhnya seorang hamba bisa jadi berbuat suatu dosa, tetapi dosa tersebut menyebabkannya masuk surga.” Orang-orang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”

Dia menjawab, “Dia berbuat suatu dosa, lalu dosa itu senantiasa terpampang di hadapannya. Dia khawatir, takut, menangis, menyesal dan merasa malu kepada Robbnya, menundukkan kepala di hadapan-Nya dengan hati yang khusyu’.

Maka dosa tersebut menjadi sebab kebahagiaan dan keberuntungan orang itu, sehingga dosa tersebut lebih bermanfaat baginya daripada ketaatan yang banyak.”


Catatan : Apabila telah benar-benar memahami, meyakini dan mengamalkan Taubta dan Istigfar Jalan Kesembuhan, silahkan menuju pokok bahasan selanjutnya, yaitu : 3. Berdoa Mohon Kesembuhan.

Hendaknya amalan hati ini dibaca dan dipahami satu per satu pokok bahasan secara perlahan dan berulang, sebelum beralih ke pokok bahasan selanjutnya, agar mendapatkan pemahaman yang benar, mendalam dan menyeluruh, hingga timbul keyakinan dan tekad sepenuh hati untuk mengamalkannya. Dimulai dari pembahasan tentang Amalan Hati (Latar Belakang).


POKOK BAHASAN :



TAGS : Taubat dan istigfar untuk kesembuhan, taubat dan istigfar, taubat jalan kesembuhan, istigfar agar sembuh, taubat, istigfar.